Rabu, 02 Juni 2010

Tujuh Kunci Menemukan Partner Ideal

jabat-tangan-bisnis Dalam dunia usaha kecil, seringkali ada permintaan umum: menemukan rekan bisnis yang ideal. Biasanya ini berakar dari kebutuhan untuk “menyingkirkan” peran atau tugas yang kita kerjakan. Seperti marketing, keuangan atau sales. Anda ingin tips menemukan partner ideal bisnis Anda? Simak ulasan selengkapnya...
Dalam dunia usaha kecil, seringkali ada permintaan umum: menemukan rekan bisnis yang ideal. Biasanya ini berakar dari kebutuhan untuk “menyingkirkan” peran atau tugas yang kita kerjakan. Seperti marketing, keuangan atau sales.
Saya menyadarinya saat memulai usaha dimana saya merasa putus asa menemukan rekan yang menguasai marketing dan sales dengan lebih baik dibandingkan saya. Saya merasa yakin jika saya bisa melepaskan dari pundak saya dan fokus pada dengan menjadi pelatih yang hebat maka bisnis saya akan berkembang pesat! Ya..empat tahun kemudian, saya tidak pernah menemukan rekan tersebut tapi saya menemukan cara untuk mengembangkan bisnis.
Saya menyadari nilai rekanan marketing.
Rekanan marketing adalah pengusaha lain yang bersedia melakukan lintas pasar produk dan jasa Anda pada prospek dan klien.
Tidak semua orang menjadi “calon rekan yang ideal.” Terkadang Anda harus memperjelas dengan siapa Anda ingin bermain sehingga Anda tidak perlu telalu banyak pilihan. Jadi saya akan membagi 7 Kunci untuk menemukan rekanan yang ideal.
  1. Mindset Rekanan. Apakah orang tersebut memiliki kriteria yang dibutuhkan sebagai seorang rekanan? Tidak semua orang bisa. Faktanya, beberapa orang menjadi rekan yang buruk karena mereka terlalu mandiri atau mereka tidak suka bermain dengan orang lain. Penting untuk memahami mengapa sesorang mengejar rekanan tersebut. Apakah mereka menginginkan penjualan yang cepat atau mereka sangat ingin bergabung dengan Anda dalam bisnis jangka panjang?
  2. Penyelarasan Nilai. Dengan mengetahui 3 nilai teratas, maka bisa membantu Anda memperjelas apa yang dibutuhkan untuk jangka panjang. Jika nilai inti seseorang adalah kemandirian dan yang lainnya adalah kolaborasi, mungkin pendekatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan akan berat. Ini sangat dibutuhkan jika Anda bekerja sama dalam menyelesaikan proyek.
  3. Berbagi visi. Apakah Anda berbagi hasrat untuk keluaran yang dihasilkan? Apakah Anda berdua melihat keluaran yang sama? Atau apakah seseorang ingin melepaskan peluang mereka dan yang lainnya ingin memiliki kerja sama dalam jangka panjang. Apakah Anda pernah bertemu pasangan suami-istri dimana yang satu ingin anak sedang yang satunya tidak? Akhirnya mereka berpisah. Berbagi visi untuk keluaran yang dihasilkan penting untuk menjaga keselarasan dalam hubungan.
  4. Gaya kerja yang kompatibel. Ini sangat penting. Apakah Anda berdua memimpikan bekerja dengan jam yang lama dan berat untuk mencapai tujuan? Apakah orang tersebut memiliki anak yang lebih membutuhkan perhatian mereka? Apakah Anda berdua bersedia melakukan apapun untuk menyelesaikan pekerjaan?
  5. Kekuatan yang saling melengkapi. Jika Anda berdua suka melalui hal yang sama dan tidak ada satupun yang mau mengerjakan pekerjaan lain, maka Anda akan bekerja untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Akankah Anda melimpahkan ke pihak lain? Pastikan Anda berdua memiliki kualifikasi untuk melakukan peran Anda – atau yang lain yang bisa menyebabkan tekanan dan kekecewaan.
  6. Saat Anda meluangkan waktu untuk menggali minat terbaik Anda akan menjadikan bahan kerjasama yang baik, saya mendorong Anda untuk meluangkan waktu untuk menggali jika rekan pengusaha Anda akan menjadi “ rekan” yang baik. Tidak ada yang lebih buruk dibandingkan saat ditengah-tengah proyek Anda menyadari tidak suka berbisnis dengan orang tersebut.
  7. Saat Anda menggali kunci diatas dan siap untuk melangkah, pastian untuk menetapkan perjanjian (saya sarankan memiliki kontrak). Jika Anda mengikuti langkah-langkah di Metode Tujuan yang tidak bisa terhentikan, Anda akan menyadari bahwa Anda memiliki dasar yang kuat untuk menciptakan sukses bersama “yang tidak tertahankan.”
Happy partnering!
Penulis: Melanie Benson Strick, Coach Pengusaha Sukses, mengajarkan pengusaha bagaimana menghentikan rasa kewalahan sehingga mereka bisa menghasilkan pendapatan yang lebih banyak, kebebasan dan nama baik yang lebih.
Diterjemahkan oleh: Iin – Tim Pengusahamuslim.com
Artikel: www.pengusahamuslim.com

Selasa, 01 Juni 2010

Tahukah Anda Apa Itu Judi yang Bukan Judi?

 undian
Tahukah Anda Apa Itu Judi yang Bukan Judi?

Maisir atau judi, dalam bahasa Arab, sebagaimana dalam Mu’jam Wasith: 2/1064, adalah segala bentuk taruhan. Istilah “maisir” digunakan untuk taruhan orang Arab dengan menggunakan anak panah, atau bermain dengan anak panah dalam segala hal.
Tahukah Anda Apa Itu Judi yang Bukan Judi?

Maisir atau judi, dalam bahasa Arab, sebagaimana dalam Mu’jam Wasith: 2/1064, adalah segala bentuk taruhan. Istilah “maisir” digunakan untuk taruhan orang Arab dengan menggunakan anak panah, atau bermain dengan anak panah dalam segala hal.

Istilah maisir juga digunakan untuk segala jenis taruhan, sampai-sampai mainan anak kecil dengan buah pala (kalau di tempat kita, kelereng atau sejenisnya, pent.). Demikian pula, maisir digunakan untuk daging unta yang dipertaruhkan oleh orang Arab.

Adapun maknanya secara istilah tidaklah lepas dari maknanya secara bahasa.

Ibnu Hajar al-Makki mengatakan, “Maisir adalah semua bentuk taruhan.” Al-Mahalli mengatakan, “Bentuk taruhan yang diharamkan adalah segala sesuatu yang meragukan, antara mungkin dapat untung ataukah malah merugi.”

Malik berkata, “Maisir itu ada dua macam, maisir lahwi (maisir berupa permainan) dan maisir qimar (maisir berupa taruhan). Yang termasuk maisir lahwi adalah bermain dadu, catur, dan semua permainan yang melalaikan (semisal, main kartu, pent).

Adapun maisir qimar adalah segala yang mengandung unsur untung-untungan. Perkataan semisal ini juga dikatakan oleh Ibnu Taimiyyah.” (Mausuah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah: 2/14834)

Syaukani mengatakan,

وَكُلُّ مَالاَ يَخْلُوا اَللاَّعِبُ فِيْهِ مِنْ غنم أو غرم فهو ميسر

“Setiap permainan yang pesertanya dihadapkan kepada dua pilihan, yaitu untung  atau rugi, maka itulah judi.” (Nailul Authar: 8/175)

Al-Majma’ al-Fikih al-Islami juga mengatakan, “Setiap peserta dihadapkan kepada dua pilihan, untung dengan mendapatkan hadiah atau rugi karena kehilangan uang yang telah diserahkan, inilah tolak ukur taruhan yang haram.” (Taudhih al-Ahkam: 4/351)

Haiah Kibar Ulama Arab Saudi, ketika mengharamkan asuransi, mengatakan, “Asuransi adalah termasuk qimar (taruhan) karena di sana ada untung-untungan dalam transaksi financial, dan ada kerugian tanpa adanya kesalahan serta keuntungan tanpa ada kompensasi balik atau ada kompensasi balik tapi tidak sepadan.” (Taudhih al-Ahkam: 4/271)

Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa pengertian judi adalah taruhan yang terlarang (qimar), yaitu segala permainan atau transaksi yang mengandung dua kemungkinan, antara untung atau rugi. Sedangkan jika kemungkinan yang ada adalah antara untung atau tidak rugi, maka bukan termasuk judi.

Ibnu Utsaimin mengatakan, “Karena engkau dihadapkan pada pilihan antara untung ataukah tidak rugi, maka tidak ada taruhan (qimar) di dalamnya.” (Liqa’ al-Bab al-Maftuh: 201/30, Maktabah Syamilah)

Oleh karena itu, bukanlah termasuk judi suatu acara seminar yang ada iming-iming seratus pendaftar pertama akan mendapatkan hadiah tertentu, dengan syarat biaya pendaftaran peserta yang mendapatkan hadiah dengan yang tidak mendapatkan hadiah akan sama saja.

Dalam kondisi ini, pendaftar dihadapkan kepada dua kemungkinan, antara untung yaitu mendapatkan hadiah, dengan tidak rugi karena memang sekianlah biaya pendaftaran seminar, baik mendapatkan hadiah ataupun tidak.

Namun, jika biaya pendaftaran yang mendapat hadiah itu berbeda dengan yang tidak mendapat hadiah, maka ini termasuk judi.

Oleh karena itu, Ibnu Utsaimin berkata tentang hukum suatu produk dagang yang mengandung kuis berhadiah, “Perusahaan dagang itu hanya berorientasi bisnis. Mereka mengiming-imingi hadiah bagi siapa saja yang membeli produknya.

Kami tegaskan, bahwa ini boleh dengan dua persyaratan. Pertama, harga barang tersebut adalah harga standar, artinya penjual tidaklah menaikkan harga barang untuk kepentingan hadiah. Jika penjual menaikkan harga barang untuk biaya pembelian hadiah, maka ini adalah taruhan yang tidak halal.

Kedua, pembeli tidaklah membeli barang tersebut karena mengharapkan hadiah. Jika seseorang membeli suatu barang hanya karena berharap bisa mendapatkan hadiah dan tidak punya tujuan lain untuk membeli barang tersebut, maka ini adalah di antara bentuk menyia-nyiakan harta…. Padahal Nabi melarang membuang-buang harta.” (Liqa’ al-Bab al-Maftuh: 48/5)  

Oleh karena itu, di antara yang termasuk judi adalah kuis sms berhadiah, yang ketika sekali mengirim sms dalam rangka kuis itu lebih mahal daripada tarif normal. Misalnya, tarif normal per sms adalah Rp 100,00, namun karena ada kuis sms berhadiah umrah, maka sekali mengirim sms untuk menjawab pertanyaan yang diajukan akan dikenai tarif Rp 2.000,00 per sms. Selisih dua tarif ini, yaitu Rp 1.900,00, akan dikumpulkan oleh pihak penyelenggara untuk menyediakan hadiah.

Dengan demikian, peserta kuis ini akan mengalami dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, peserta undian akan untung karena dengan sekadar mengeluarkan biaya beberapa ribu, dia bisa melaksanakan umrah yang biayanya mencapai puluhan juta.

Kemungkinan kedua adalah buntung, rugi karena uangnya hilang tanpa mendapatkan kompensasi apa pun. Padahal, setiap transaksi yang mengandung dua pilihan antara rugi ataukah untung adalah judi, maka tidak diragukan lagi bahwa kuis sms semacam ini adalah taruhan yang terlarang (judi), meskipun berhadiah umrah.

Kuis ini bisa dibolehkan, jika biaya per-sms adalah biaya normal dan tidak mengalami peningkatan.

Demikian pula, di antara yang termasuk judi adalah kegiatan sepeda gembira. Setiap peserta diwajibkan membayar Rp 50.000,00 lalu diberi kaos seharga Rp 10.000,00. Uang sebanyak Rp 40.000,00 akan dikumpulkan penyelenggara untuk menyediakan door prize.

Karenanya, peserta mengalami dua pilihan, antara untung karena mendapat hadiah sepeda motor padahal dia hanya membayar Rp 50.000,00, atau merugi karena uangnya hilang tanpa kompensasi apa pun. 

Penulis: Ustadz Abu ‘Ukkasyah Aris Munandar, S.S.
Artikel: PengusahaMuslim.Com

Adakah Pemutihan Utang dengan Utang dalam Islam?

uangmoneyDalam khazanah ekonomi Islam dikenal istilah “muqashshah”. Dalam bahasa Arab, muqashshah berarti, A mempunyai utang kepada B sebesar utang B kepada A, sedangkan secara istilah, muqashshah adalah dianggap lunasnya utang A kepada B, karena B mempunyai utang kepada A. Jadi, muqashshah adalah salah satu cara melunasi utang. Ibnu Jizzi, seorang ulama bermazhab Maliki mengatakan, “Muqashshah adalah pemutihan utang dengan utang.” Pengertian

Dalam khazanah ekonomi Islam dikenal istilah “muqashshah”. Dalam bahasa Arab, muqashshah berarti, A mempunyai utang kepada B sebesar utang B kepada A, sedangkan secara istilah, muqashshah adalah dianggap lunasnya utang A kepada B, karena B mempunyai utang kepada A. Jadi, muqashshah adalah salah satu cara melunasi utang. Ibnu Jizzi, seorang ulama bermazhab Maliki mengatakan, “Muqashshah adalah pemutihan utang dengan utang.”

Beda Muqashshah Dengan Ibra’

Dalam bahasa Arab, ibra’ (pemutihan utang) memiliki makna membersihkan, memurnikan, dan menjauhi sesuatu. Adapun secara istilah, ibra’ adalah pemutihan kewajiban yang ada di pihak lain. Bedanya dengan muqashshah, muqashshah adalah pemutihan utang dengan kompensasi, sedangkan ibra’ adalah pemutihan utang tanpa kompensasi apa pun.

Hukum Muqashshah  

Muqashshah itu disyariatkan dengan dalil hadits dan logika. Dalam hadits, Ibnu Umar berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, tunggu sebentar, aku hendak bertanya. Aku menjual unta di Baqi’ dan harganya ditetapkan dengan dinar, namun uang yang kuambil berbentuk dirham. Terkadang, harganya ditetapkan dengan dirham, namun uang yang kuterima berupa dinar. Aku ambil ini dari itu dan kuberikan itu dengan ini. Rasulullah bersabda,

لَا بَأْسَ أَنْ تَأْخُذَهَا بِسِعْرِ يَوْمِهَا مَا لَمْ تَفْتَرِقَا وَبَيْنَكُمَا شَيْءٌ

“Tidak apa-apa kau mengambilnya, asalkan dengan harga yang berlaku pada hari tersebut, dengan syarat sebelum kalian berpisah, semua pihak sudah menerima haknya masing-masing.”(Hr. ِAbu Daud, no. 3354; dinilai dhaif oleh al-Albani)

Hadits ini merupakan dalil tegas yang menunjukkan bolehnya mengganti harga suatu barang yang terutang dengan yang lainnya. Logika pun mendukung bolehnya transaksi ini.

Macam-macam Muqashshah

Muqashshah terbagi menjadi dua:

Pertama, ikhtiyariyyah yaitu muqashshah yang terjadi dengan dasar kerelaan dua orang yang berutang.

Kedua, jabariyyah yaitu muqashshah yang terjadi pada dua buah utang dengan syarat-syarat tertentu.

Menurut mayoritas pakar fikih, untuk muqashshah jabariyyah, disyaratkan adanya kesamaan antara kedua belah utang dalam jenis, sifat, jatuh tempo, dan daya kuat utang. Syarat ini tidak berlaku untuk muqashshah ikhtiyariyyah.

Jika dua buah utang berbeda jenis, sifat, jatuh tempo atau yang satu lebih kuat dari pada yang lain, maka muqashshah tidak terjadi kecuali dengan kerelaan kedua belah pihak, baik sebab utang itu sama ataupun berbeda.

Obyek Muqashshah


Obyek muqashshah adalah utang, karenanya muqashshah tidak terjadi antara barang dengan barang, dan barang dengan utang, kecuali jika barang tersebut berubah status menjadi utang. Jika sudah berubah, maka boleh asalkan syarat-syaratnya terpenuhi.

Syarat-syarat Muqashshah

Menurut Syafi’iyyah, syarat muqashshah adalah sebagai berikut:
  1. Obyeknya adalah utang, sehingga tidak ada muqashshah untuk barang karena muqashshah dalam barang berstatus sebagai transaksi tukar-menukar, sehingga dibutuhkan kerelaan kedua belah pihak. Adapun dalam utang, merupakan suatu yang sia-sia jika uang pembayaran utang kita serahkan lalu dikembalikan seketika.

    Oleh karena itu, terlarang untuk mengambil harta orang yang berutang tanpa kerelaannya, selama dia mengakui kalau dia mempunyai utang dan dia akan menunaikan kewajibannya. Orang yang berutang punya hak untuk memilih bentuk pelunasan utang yang dia kehendaki. Tidak bisa kita katakan, setelah harta diambil, bahwa muqashshah telah terjadi, karena muqashshah hanya dalam utang bukan barang.
  2. Terjadi pada nilai, bukan pada benda yang bisa diganti dengan yang, semisal bahan makanan dan biji-bijian.
  3. Utang tersebut bukan dari transaksi salam. Jika kedua utang tersebut adalah transaksi salam maka tidak boleh, meski kedua belah pihak rela. Demikianlah yang ditegaskan dalam al-Umm, karya Imam Syafi’i.
  4. Jenis utang dan waktu jatuh temponya sama. Jika yang satu berupa utang rupiah namun yang kedua adalah utang dolar, maka muqashshah tidak terjadi.
  5. Setelah salah satu pihak menagih utang. Jika belum ada pihak yang menagih utang, maka menurut Qadhi Husain, muqashshah tidak terjadi tanpa ada perbedaan pendapat (di antara ulama Mazhab Syafi’i).
  6. Tidak terkait dengan harta yang harus disikapi dengan hati-hati. Ibnu Abdis Salam mengatakan, “Jika tidak mungkin menerima haknya, maka seorang dibolehkan mengambil haknya kecuali jika haknya tersebut pada harta orang gila, anak yatim, dan harta umum milik semua umat Islam.”
  7. Tidak ada muqashshah dalam hukum qishash dan hukum had. Jika ada dua orang yang saling melakukan qazaf (tuduhan berzina), maka tidak ada muqashshah. Demikian pula, jika ada dua orang yang saling melukai, maka masing-masing pihak wajib membayar diyat.

Berdasar kriteria di atas, maka jika A mempunyai utang kepada B sebesar utang B kepada A, baik penyebab utang itu sama seperti antara transaksi salam dan qardh (utang-piutang) atau pun berbeda, semisal transaksi qardh dengan kredit barang dan kedua utang tersebut sama jenis, sifat, dan jatuh temponya, maka dalam hal ini para ulama Mazhab Syafi’i memiliki empat pendapat.

Pendapat terkuat menurut Nawawi, dan inilah yang ditegaskan dalam al Umm, adalah muqashshah terjadi secara otomatis tanpa memerlukan adanya kerelaan. Alasannya, meminta uang kepada pihak lain, namun nominalnya sama dengan utang yang menjadi kewajibannya, adalah sesuatu yang sia-sia.

Muqashshah Dalam Zakat

Jika ada seseorang yang kaya mengutangi orang yang miskin, lalu mengatakan, “Utang tersebut aku tetapkan sebagai bagian dari pembayaran zakatku,” maka ini tidak sah hingga si miskin melunasi utang, kemudian orang kaya tersebut kembali menyerahkan uang tersebut kepada si miskin. Demikian pendapat terkuat dalam Mazhab Syafi’i.

Muqashshah Dalam Barang Titipan

Para ulama Mazhab Hanafi menegaskan bahwa jika A menitipkan barang kepada B, dan A punya utang kepada B berupa barang yang sejenis dengan barang titipan, maka tidaklah terjadi muqashshah kecuali jika keduanya berkumpul dan mengadakan muqashshah, dalam keadaan barang titipan dipegang secara riil. Demikian pula, pendapat Zarkasi dari Mazhab Syafi’i.

Muqashshah Dalam Harta Rampasan

Jika seseorang yang merampas benda milik seseorang mengutangi orang yang dirampas,  dan utang tersebut berupa barang yang sejenis dengan barang yang dirampas, maka tidak secara otomatis terjadi muqashshah, kecuali setelah ada kesepakatan dan barang dipegang di tangan. Demikian penegasan para ulama Mazhab Hanafi.

Penulis: Ustadz Abu ‘Ukkasyah Aris Munandar, S.S.
Artikel: PengusahaMuslim.Com

Minggu, 30 Mei 2010

Doa Memohon Perlindungan dari Hilangnya Nikmat dan Kesehatan

Posted:
doa-kesehatan Satu do'a lagi yang ringkas namun penuh makna dari kitab Riyadhus Sholihin An Nawawi, yaitu do'a berlindung dari hilangnya nikmat dan datangnya penyakit.
doa-kesehatan Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Satu do'a lagi yang ringkas namun penuh makna dari kitab Riyadhus Sholihin An Nawawi, yaitu do'a berlindung dari hilangnya nikmat dan datangnya penyakit.
Dari 'Abdullah bin 'Umar, dia berkata, "Di antara doa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ
“ALLOOHUMMA INNII A'UUDZU BIKA MIN ZAWAALI NI'MATIK, WA TAHAWWULI 'AAFIYATIK, WA FUJAA'ATI NIQMATIK, WA JAMII'I SAKHOTHIK.” [Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hilangnya kenikmatan yang telah Engkau berikan, dari berubahnya kesehatan yang telah Engkau anugerahkan, dari siksa-Mu yang datang secara tiba-tiba, dan dari segala kemurkaan-Mu]. (HR. Muslim no. 2739)
Faedah dari hadits di atas:
Pertama: Yang dimaksud nikmat di sini adalah nikmat Islam, Iman, anugerah ihsan (berbuat baik) dan kebajikan. Jadi dalam do’a ini kita berlindung dari hilangnya nikmat-nikmat tersebut. Makus hilangnya nikmat adalah nikmat tersebut hilang dan tanpa ada penggantinya.
Kedua: Yang dimaksud dengan berubahnya kesehatan (‘afiyah) adalah nikmat sehat tersebut berubah menjadi sakit. Yang dimaksud dengan ‘afiyah (sehat) di sini adalah berpindahnya nikmat ‘afiyah dari pendengaran, penglihatan dan anggota tubuh lainnya. Jadi do’a ini kita maksudkan meminta selalu kesehatan (tidak berubah menjadi penyakit) pada pendengaran, penglihatan dan anggota tubuh lainnya.
Ketiga: Yang dimaksud fuja’ah adalah datang tiba-tiba. Sedangkan “niqmah” adalah siksa dan murka. Dalam do’a ini berarti kita berlindung pada Allah dari datangnya ‘adzab, siksa dan murka Allah yang tiba-tiba.
Keempat: Dalam do’a ini, kita juga meminta pada Allah agar terlindung dari murka-Nya yaitu segala hal yang dapat mengantarkan pada murka Allah.
Semoga do’a ini bisa kita amalkan dan mendapatkan berbagai anugerah.
Referensi: ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, Al ‘Azhim Abadi, 4/283, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut, tahun 1415.

Artikel www.rumaysho.com
Muhammad Abduh Tuasikal
Diselesaikan di wisma MTI, Pogung Kidul, 14 Jumadits Tsani 1431 H (27/05/2010)
Dipublikasikan oleh: PengusahaMuslim.Com

Sabtu, 29 Mei 2010

Anda Membutuhkan Kualitas Pemimpin yang Baik?

pemimpin-korporat Anda Membutuhkan Kualitas Pemimpin yang Baik?
Mencoba mendaki tangga perusahaan jauh lebih mudah jika Anda tahu apa yang dicari perusahaan pada karyawan yang baik. Lebih dari sekedar ketepatan, kehandalan, dan loyalitas, membuat jalan Anda dalam dunia korporat membutuhkan kualitas kepemimpinan yang memadai. Perusahaan terdiri dari individu. Mengetahui bagaimana memimpin individu dengan cara yang menguntungkan orang-orang yang terlibat di dalamnya serta perusahaan adalah penting untuk kesuksesan bisnis.
Mencoba mendaki tangga perusahaan jauh lebih mudah jika Anda tahu apa yang dicari perusahaan pada karyawan yang baik. Lebih dari sekedar ketepatan, kehandalan, dan loyalitas, membuat jalan Anda dalam dunia korporat membutuhkan kualitas kepemimpinan yang memadai. Perusahaan terdiri dari individu. Mengetahui bagaimana memimpin individu dengan cara yang menguntungkan orang-orang yang terlibat di dalamnya serta perusahaan adalah penting untuk kesuksesan bisnis.

Salah satu kualitas terpenting pada pemimpin yang baik adalah harus memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik. Kebanyakan masalah yang muncul dalam hubungan personal dan bisnis dikarenakan kurangnya komunikasi yang memadai. Salah satu elemen komunikasi yang paling penting adalah kemampuan untuk mendengar. Kita semua tahu bagaimana tekanan untuk menyampaikan sesuatu pada seseorang yang merupakan pendengar yang buruk. Ketrampilan mendengarkan yang baik termasuk kontak mata dan feedback yang dibutuhkan dalam hubungan bisnis.

Pemimpin yang baik memiliki antusiasme dan hasrat terhadap pekerjaannya. Bahkan pekerja yang paling ambivalen bisa terinspirasi dengan antusiasme alami yang dimiliki pemimpin yang baik. Tidak seorangpun yang terinsipirasi dengan hal-hal yang lebih besar oleh seseorang yang tidak memiliki antusiasme dan hasrat. Salah satu bagian terpenitng dalam antusiasme adalah sikap positif. Orang merasa tidak suka dengan hal yang negatif dan tertarik dengan pemimpin yang memiliki sikap positif.

Salah satu kualitas yang paling penting dan intrinsik pemimpin yang baik adalah inisiatif. Pemimpin yang baik melihat sesuatu yang perlu diperhatikan dan melakukannya tanpa menunggu disuruh. Mengambil inisiatif adalah yang harus dimiliki pemimpin.

Bagian penting lainnya menjadi pemimpin adalah mampu membuat keputusan, bahkan yang sulit sekalipun. Pengambilan keputusan membutuhkan kemampuan untuk melakukan riset. Pemimpin yang baik mengumpulkan semua informasi dan menimbang dengan penuh perhitungan faktor-faktor yang ada di dalamya untuk membuat keputusan yang paling benar. Hampir sama pentingnya dengan mempertahankan keputusan yang mereka buat. Meski jika keputusan menghasilkan konsekwensi yang sebaliknya, pemimpin yang baik akan ada di balik alasan membuat alasan tersebut. Jika terjadi kesalahan, pemimpin yang baik akan belajar dari kesalahannya dan tidak mengulanginya.

Menjadi pemimpin yang bisa diandalkan dan menginspirasi adalah tentang kerja keras dan membentuk perilaku baik. Banyak organisasi yang dijalankan oleh pemimpin yang sukses menawarkan workshop simulasi kepemimpinan bagi mereka yang ingin meningkatkan kemampuan kepemimpinan mereka. Workshop ini fokus pada meningkatkan dan membentuk kualitas yang membuat pemimpin yang baik. Dengan bantuan para profesional ini, banyak pemimpin yang menyaring kualitas yang ada didialmnya yang akan membuat mereka menjadi pemimpin yang baik.
Penulis: Art Gib adalah seorang penulis freelance
Sumber: http://leadership.bestmanagementarticles.com

Diterjemahkan oleh: Iin – Tim Pengusahamuslim.com
Artikel: pengusahamuslim.com

Jumat, 28 Mei 2010

Tanya Jawab: Nomor Undian Berhadiah

nomor-undian Sebagian pusat perbelanjaan menaruh nomor yang disembunyikan pada salah satu produk yang mereka jual. Barangsiapa yang kebetulan mendapatkan nomor tersebut, berhak mendapatkan hadiah. Ini dilakukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Apakah hal ini diperbolehkan?
Pertanyaan:

Sebagian pusat perbelanjaan menaruh nomor yang disembunyikan pada salah satu produk yang mereka jual. Barangsiapa yang kebetulan mendapatkan nomor tersebut, berhak mendapatkan hadiah. Ini dilakukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Apakah hal ini diperbolehkan?

Jawaban:

Sudah menjadi rahasia umum bahwa produsen minuman kotak menyimpan satu nomor yang disembunyikan di antara seratus atau dua ratus kotak. Barangsiapa yang mendapatkan nomor tersebut, akan diberi hadiah. Akhirnya, banyak orang yang membeli produk ini (padahal mereka tidak membutuhkannya), karena berharap mendapatkan nomor tersebut. Sampai-sampai, ada sebagian orang yang membeli seratus kotak produk minuman tertentu, lalu dibuka satu per satu dan dibuang isinya, karena berharap mendapatkan nomor tersebut.

Banyak orang yang membelinya, namun hanya mendapatkan nomor setelah membeli seratus kotak atau kurang.

Tidaklah diragukan bahwa hal ini serupa dengan perjudian. Dalam trik ini, konsumen disedot untuk membeli minuman kotak tersebut, padahal sangat sedikit manfaat yang terkandung di dalamnya, atau harga yang terlalu mahal. Maka, hal ini termasuk memakan harta orang lain tanpa alasan yang bisa dibenarkan.

Kami nasihatkan agar tidak berhubungan dengan para produsen semacam ini, dalam rangka menjaga harta jangan sampai dikeluarkan untuk hal-hal yang tidak memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat. 

Penulis: Ustadz Abu ‘Ukkasyah Aris Munandar, S.S.

(Dengan pemberian judul oleh redaksi www.pengusahamuslim.com)

Asuransi Adalah Judi, Benarkah?

uang Asuransi Adalah Judi, Benarkah?
Dalam bahasa Arab, asuransi disebut dengan istilah “ta’min”. Ta’min merupakan salah satu transaksi baru bagi kaum muslimin. Transaksi semacam ini tidaklah dikenal oleh kaum muslimin, kecuali pada abad ke-13 hijriyah, ketika hubungan perdagangan antara timur dan barat menguat paska Revolusi Industri di Eropa.
Sejarah Asuransi
Dalam bahasa Arab, asuransi disebut dengan istilah “ta’min”. Ta’min merupakan salah satu transaksi baru bagi kaum muslimin. Transaksi semacam ini tidaklah dikenal oleh kaum muslimin, kecuali pada abad ke-13 hijriyah, ketika hubungan perdagangan antara timur dan barat menguat paska Revolusi Industri di Eropa.

Transaksi ini dikenal kaum muslimin melalui perwakilan dagang asing yang berada di berbagai negeri kaum muslimin. Mereka lantas memasukkan transaksi ini, dimulai dengan
”ta’min bahri” (asuransi lautan), untuk kepentingan ekspor-impor. Kemungkinan besar, pakar fikih pertama yang menyinggung transaksi ini adalah Muhammad bin Abidin, penulis kitab Raddul Muhtar ‘ala ad-Durr al-Mukhtar fi Syarh Tanwir al-Abshar yang merupakan salah satu kitab fikih Mazhab Hanafi.

Pengertian Asuransi

Menurut tinjauan bahasa, ta’min berasal dari kata “al-amn” yang bermakna ketenangan hati dan hilangnya rasa takut.

Adapun secara istilah, transaksi ta’min adalah sebuah transaksi yang berisikan kesediaan lembaga asuransi untuk menyerahkan kepada nasabah atau orang yang ditunjuk oleh nasabah sejumlah uang atau kompensasi materi yang lain pada saat terjadi musibah atau bahaya yang disebutkan dalam kesepakatan. Kompensasi ini merupakan timbal balik dari premi yang disetorkan oleh nasabah kepada lembaga asuransi.

Berdasar definisi di atas, bisa kita simpulkan bahwa transaksi ta’min memiliki empat rukun.

Yang pertama, dua pihak yang mengadakan transaksi, yaitu lembaga asuransi dan nasabah.

Kedua, bahaya atau musibah, yaitu peristiwa yang dimungkinkan terjadi pada masa yang akan datang.

Ketiga, premi, yaitu sejumlah uang yang diserahkan oleh nasabah secara berkala sesuai dengan kesepakatan awal.

Keempat, kompensasi materi yang jumlahnya boleh jadi telah dipastikan di awal atau tergantung besarnya nilai kerugian yang terjadi. Lihat al-Iqtishad al-Islami karya Hasan Siri, hlm. 252--253.

Hukum Asuransi

Syekh Muhammad bin Ibrahim Alu Syeikh, Mufti Saudi sebelum Syekh Ibnu Baz, mengatakan, “Transaksi ta’min itu menyelisihi syariat Islam karena mengandung berbagai hal yaitu:

  1. Gharar (spekulasi), jahalah (ketidakjelasan), dan khathar (untung-untungan), sehingga transaksi ini termasuk memakan harta orang lain tanpa alasan yang bisa dibenarkan.
  2. Mirip dengan judi karena dalam transaksi ini terdapat unsur taruhan (untung-untungan).

Ringkasnya, setiap orang yang merenungkan transaksi ini dengan seksama akan berkesimpulan bahwa tidak ada transaksi yang dibenarkan oleh syariat yang selaras dengan transaksi ta’min. Oleh karena itu, kerelaan kedua belah pihak dalam hal ini tidaklah teranggap. Kerelaan kedua belah pihak itu teranggap jika transaksi yang dilakukan oleh keduanya tegak di atas landasan keadilan yang sesuai dengan syariat.”

Haiah Kibar Ulama’ (semacam MUI di Saudi Arabia) juga telah mengeluarkan keputusan no. 55, tahun 1397 H, terkait “ta’min tijari” (asuransi yang berorientasi bisnis). Inti dari keputusan tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Transaksi ta’min tijari itu termasuk transaksi tukar-menukar finansial yang mengandung gharar (spekulasi) yang sangat berlebihan. Padahal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang jual-beli yang mengandung unsur gharar.
  2. Transaksi ta’min merupakan salah satu taruhan karena dalam transaksi ini terdapat unsur untung-untungan terkait dengan finansial, kerugian dalam adanya kesalahan, dan mendapatkan keuntungan tanpa kompensasi atau ada kompensasi namun sangat tidak layak.
  3. Asuransi termasuk permainan yang mengandung taruhan. Padahal hal semacam ini tidak dibolehkan, melainkan yang mengandung pembelaan terhadap Islam, dan ini sudah Nabi batasi dalam tiga hal, yaitu taruhan dalam perlombaan panah, pacuan unta, atau pacuan kuda. Adapun asuransi tidak termasuk tiga hal tersebut.

Adapun Majma` al-Fikih Islami yang berada di bawah naungan OKI mengatakan, “Sesungguhnya transaksi ta’min tijari dengan premi yang konstan, sebuah transaksi yang dipergunakan oleh berbagai lembaga asuransi yang berorientasi kepada bisnis, adalah sebuah transaksi yang mengandung unsur gharar yang besar yang membatalkan transaksi. Oleh karena itu, hukumnya adalah haram, menurut syariat.”

Sikap yang senada juga diberikan oleh al-Majma` al-Fikih al-Islami yang berada di bawah Rabithah Alam Islami. Al-Majma` mengatakan, “Setelah kajian yang cukup mendalam dan bertukar pikiran tentang asuransi, maka secara mayoritas (selain Syekh Mushthafa Zarqa) majelis menetapkan haramnya asuransi dengan berbagai bentuknya, baik asuransi jiwa, barang dagangan, ataupun jenis harta yang selainnya. Namun, secara aklamasi majelis al-Majma` menyepakati keputusan Haiah Kibar Ulama’ (Saudi Arabia) tentang bolehnya asuransi kerja sama (ta’min ta’awuni) sebagai alternatif pengganti ta’min tijari yang haram sebagaimana di atas.”

Dalam keputusan penjelas, terdapat enam alasan yang dipergunakan al-Majma` untuk mendukung keputusan di atas, di antaranya adalah:

Alasan pertama. Transaksi ta’min tijari merupakan salah satu transaksi tukar-menukar finansial yang mengandung unsur “gambling” (judi -ed) dan gharar (spekulasi) yang keterlaluan. Saat transaksi, nasabah tidaklah mengetahui nilai total dari jumlah premi yang harus dia berikan dan nilai jumlah kompensasi finansial yang akan dia dapatkan.

Boleh jadi, dia baru menyerahkan premi sebanyak satu atau dua kali lalu terjadi musibah, sehingga dia berhak mendapatkan kompensasi finansial yang telah disanggupi oleh lembaga asuransi. Kemungkinan yang lain, musibah tak kunjung terjadi sehingga nasabah menyerahkan semua premi namun tidak dapat timbal balik apa pun.

Demikian pula, pihak lembaga asuransi tidak bisa menetapkan jumlah uang yang didapat dan yang harus diserahkan untuk masing-masing transaksi, sedangkan dalam hadits yang shahih Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli yang mengandung unsur gharar (spekulasi).

Alasan kedua. Transaksi ta’min tijari itu mengandung riba fadhl (riba karena ada ketidaksamaan antara dua barang yang dipertukarkan) dan riba nasi`ah (riba karena pertukaran tidak dilakukan secara langsung).

Jika pihak lembaga asuransi menyerahkan kompensasi finansial kepada nasabah, ahli waris, atau orang yang ditunjuk, lebih besar dari uang yang diterima maka ini adalah riba fadhl. Di samping itu, lembaga asuransi menyerahkan kompensasi tersebut tidak secara tunai, sehingga ini adalah riba nasi`ah.

Namun, bila pihak lembaga asuransi hanya menyerahkan kompensasi sesuai dengan total premi yang diterima, maka dalam transaksi ini hanya terdapat riba nasi`ah saja. Kedua jenis riba ini haram dengan dasar dalil disamping ijma’. 

Memanfaatkan Uang Asuransi

Untuk menjawab masalah ini, Syekh Abdullah bin Umar bin Mar’i, seorang ulama dari negeri Yaman, pernah ditanya, “Apa hukum asuransi jiwa atau barang?”

Jawaban beliau, “Asuransi yang tersebar di permukaan bumi ini, termasuk di antaranya di tengah-tengah kaum muslimin, meski dengan sangat disayangkan, secara global termasuk asuransi yang haram karena di dalamnya terdapat unsur membahayakan pihak lain dan mengambil harta milik orang lain dengan cara paksa. Padahal, harta milik orang lain tidak boleh diambil kecuali dengan cara yang benar, sebagaimana firman Allah,

وَلاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil.” (Qs. al-Baqarah: 188)

لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah harta seorang muslim itu halal diambil, kecuali dengan kerelaan hatinya.” (Hr. Ahmad , no. 19774; shahih karena memiliki banyak riwayat penguat; lihat: Shahih Jami’, no. 7662)

Adapun asuransi kerja sama (ta’awuni), maka dibolehkan. Caranya, sekelompok penduduk atau sekelompok orang yang memiliki pekerjaan tertentu saling membantu. Mereka menyerahkan setoran harian, bulanan, atau tahunan dalam nominal tertentu pada kas. Uang tersebut diserahkan dengan maksud untuk saling bantu dan untuk sedekah.

Ketika ada yang membutuhkan, maka uang yan terkumpul tersebut disedekahkan kepadanya. Transaksi semacam ini dibolehkan oleh banyak ulama, di antaranya adalah Lajnah Daimah para ulama Saudi Arabia.

Adapun asuransi jenis pertama, maka tidak diperbolehkan. Bukan berarti orang yang terkena musibah tidak boleh mengambilnya. Akan tetapi, orang tersebut boleh mengambilnya, namun hanya sekedar sejumlah premi yang pernah dia setorkan kemudian mengembalikan sisanya.

Kecuali jika berasal dari negara, sebelumnya negara telah memotong gajimu sebagai premi asuransi maka tidak mengapa mengambil lebih dari lebih dari jumlah premi yang pernah disetorkan, sebab di dalamnya terdapat gaji yang telah dipotong sebelumnya.” (Bingkisan Ilmu dari Yaman, hlm. 240) 

Penulis: Ustadz Abu ‘Ukkasyah Aris Munandar, S.S.
Artikel: pengusahamuslim.com